Semakin Brutal dan Beringas, KKB Papua Nyatakan Perang

Jakarta, MimbarBangsa.co.id — Pada 2 Desember 2018, Indonesia dihentakkan oleh salah satu serangan teror paling sadis dalam sejarah, mungkin yang paling keji sejak bom 2002.

Puluhan warga sipil tidak bersenjata di Nduga, , diserbu sekelompok orang bersenjata. Mereka dikabarkan diikat dan dibariskan tanpa baju, lalu dihujani tembakan. Ini jenis eksekusi massal seperti yang kerap kita dengar dilakukan oleh kelompok ISIS.

Paskah-Sekda-Nias-Selatan-Ikhtiar-Duha

Para sebagian besar adalah pekerja konstruksi PT Istaka Karya yang dikirim ke sana untuk membangun infrastruktur demi kemajuan Papua, sebagian lagi adalah pegawai pemerintah.

Jumlah korban tewas masih simpang siur, ada yang menyebutkan hingga 31 orang. Namun, paling tidak 17 warga sipil tidak bersenjata dibunuh dengan darah dingin, dan sebagian lagi dinyatakan hilang, seperti dikonfirmasi penegak hukum.

Kabar yang beredar, kelompok yang melakukan teror di Nduga dipimpin oleh orang bernama Egianus Kogoya.

Serangan serupa terjadi secara sporadis di berbagai wilayah lain di Papua dan dilakukan oleh kelompok berbeda, sebagian ada juga yang langsung menargetkan personel dan fasilitas militer dan kepolisian.

Para pelaku, yang oleh pemerintah disebut (), sudah sejak beberapa tahun yang lalu menyatakan perang lewat tindakannya tersebut.

Di tengah meningkatnya program dan Papua Barat dari pemerintah pusat, krisis keamanan yang tengah terjadi di sana seperti ditanggapi dengan ragu-ragu.

Tragedi di Nduga menjadi alasan untuk melakukan eskalasi tindakan pengamanan, tetapi hasilnya tidak seefektif yang diharapkan, dengan berlanjutnya serangan di berbagai tempat.

Pada 29 April 2021, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan MD mengumumkan bahwa KKB di Papua sudah resmi dikategorikan sebagai gerakan teroris oleh pemerintah, sesuai dengan ketentuan UU Nomor 5/2018 tentang terorisme.

Keputusan itu dibarengi dengan pengerahan pasukan gabungan Polri dan TNI untuk memburu para anggota KKB, tetapi tidak dalam level yang bisa disebut “operasi militer”. Bisa dimengerti, hal demikian masih menjadi isu yang sangat sensitif.

Kebanyakan pengerahan pasukan ke lokasi tempur dilakukan untuk merespons sebuah serangan yang terjadi, bukan serangan pendahuluan atau pre-emptive strike langsung ke markas-markas KKB.

Sebaliknya, justru KKB yang berani langsung mendatangi markas TNI dan polisi.

Contoh paling akhir adalah serangan di pos Koramil Kisor Distrik Aifat Selatan, Kabupaten Maybrat, Papua Barat, 2 September lalu.

Para pelaku yang diduga jumlahnya sekitar 50 orang beraksi pada dini hari dan menyerang para penghuni pos yang tidak menyangka. Empat personel TNI gugur dalam serangan tersebut.

KKB disebut kelompok teroris karena tidak membedakan target militer dan sipil.

Pada 13 September, KKB di Kiwirok, Kabupaten Bintang, Papua menyerang tenaga kesehatan. Para pekerja kemanusiaan ini, termasuk sejumlah perawat , diserang dengan senjata tajam, senjata api, dan tongkat besi. Beberapa terpaksa melarikan diri ke jurang, seorang perawat bernama Gabriella Melani ditemukan meninggal di dasar jurang.

Menurut , ada 10 tenaga kesehatan yang bekerja di lokasi ketika serangan terjadi.

Tidak hanya itu, KKB juga menghancurkan dan membakar gedung , sekolah, dan bank. Kelompok ini diduga dipimpin oleh orang bernama Lamek Taplo.

Aksi cepat TNI-Polri dalam peristiwa tersebut bisa mencegah jatuhnya lebih banyak korban.

Banyak sekali kasus serangan maut yang terjadi di Papua dalam beberapa tahun terakhir, baik yang melibatkan pelaku dalam kelompok besar atau kecil.

Dilema bagi aparat keamanan bertambah dengan jadwal Pekan Olahraga Nasional yang akan digelar di Papua dalam beberapa hari mendatang. Sejumlah pejabat sudah mengingatkan agar Papua dan Papua Barat tidak dikondisikan dalam suasana perang.

Namun, KKB sudah sejak beberapa tahun yang lalu menyatakan perang kepada TNI dan pemerintah pusat dan melancarkan serangan hingga sekarang.

 

Simak berita dan artikel lainnya di  Google News


Leave a Reply