Peran Indonesia Di Dewan Keamanan PBB Dalam Membawa Misi Peradamaian

Peran Di Dewan Keamanan Dalam Membawa Misi Peradamaian

Oleh :  Sri Lestari – APN Kemhan

Paskah-Sekda-Nias-Selatan-Ikhtiar-Duha

MimbarBangsa.co.id — Indonesia telah menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan (DK) PBB untuk periode 2019-2022.   Prioritas keanggotaan Indonesia pada Dewan Keamanan PBB ada empat agenda yang harus dilaksanakan, yaitu yang pertama adalah dialog dalam penyelesaian konflik, harus menjaga international peace and security harus menciptakan suatu mekanisme untuk mencegah terjadinya perang. Kedua adalah sinergi antar kawasan dan DK PBB. Ketiga, mendukung global comprehensive approach untuk perangi , radikalisme dan ekstrimisme. Isu ini tidak hanya menjadi isu internasional tetapi juga menjadi isu dalam negeri kita sendiri. Keempat, mendorong kemitraan global agar tercapai sinergi antara perdamaian dan pembangunan berkelanjutan, seperti di negara konflik timur tengah sudah dilakukan perjanjian damai tetapi tidak didukung oleh pilar-pilar untuk menormalisasikan kehidupan akibatnya adalah terjadi perang lagi. Untuk menormalisasikan suasana damai itu harus investasi di pembangunan dan di demokratisasi. Selain keempat fokus itu, permasalahan juga menjadi perhatian Indonesia sebagaimana yang dimandatkan oleh Presiden RI Joko Widodo.

Dasar pertimbangan partisipasi Indonesia dalam Misi Pemeliharaan Perdamaian () PBB melalui proses yang panjang, berdasarkan pasal 6 Perpres No. 86 Tahun 2015 tentang pengiriman misi pemeliharaan perdamaian yaitu, kepentingan nasional, pertimbangan politis, keamanan dan keselamatan personel, ketersediaan dukungan personel, materil, peralatan dan pendanaan. Peran pasukan perdamaian Indonesia di misi pemeliharaan perdamaian PBB, yaitu pemeliharaan keamanan dan perlindungan warga sipil, monitoring gencatan senjata, pelanggaran keamanan, patroli kemanan, pemeliharaan laut, melayani kesehatan , layanan pendidikan, sosial budaya mepromosikan tentang PBB dan Indonesia.

Sebaran personil Indonesia pada misi permeliharaan perdamaian PBB berada di seperti Sudan, Yemen, Lebanon, Congo, Mali dan Western Sahara. Capaian Peacekeepers Indonesia di misi pertama yaitu : pertama berhasil membantu mengungkap peredaran narkotika di Haiti; kedua turunkan status keamanan salah satu ruas jalan dari “red” (dangerous) ke “yellow” (tidak perlu UN security escort); ketiga damaikan konflik suku Bantu dan suku Twa di Fatuma. Capaian Peacekeepers Indonesia di misi kedua yaitu : Persuasi ex-combatan untuk menyerahkan senjata secara sukarela dalam rangka Demobilizetion, Disarmament, Reintegration (DDR), tercatat 45 senjata berbagai jenis bahan peledak, ratusan busur, ribuan anak panah berhasil diterima oleh satgas Rapid Deployment Battalion (RDB). Sedangkan Capaian Peacekeepers Indonesia di misi ketiga yaitu pertama perlancar local peace process via security escort bagi Komite Mediasi Baraza ke pedalaman untuk mediasi konflik suku; kedua persuasi reintegrasi 422 personil kombatan dan keluarganya ke masyarakat secara aman tanpa khawatir pembalasan atau penangkapan oleh FARDC/militer Congo, tercatat lebih dari 1000 kombatan berhasil di reintegrasi.

Disamping itu, Pasukan perdamaian hadir di wilayah konflik misi PBB adalah sebagai penjaga perdamaian, penjaga kesepakatan penghentian kekerasan bersenjata. Salah satu tugas  pasukan PBB adalah mengawasi  pihak-pihak yang bertikai untuk tidak menjalankan kekerasan kepada warga sipil yang seharusnya bisa kembali menjalankan kehidupannya sehari-hari.

Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian (PMPP) Indonesia membekali para pasukan perdamaian khususnya perempuan dengan kemampuan gender-responsive dan kemampuan untuk membangun komunitas (community building). Kontribusi dan peran personil perempuan Indonesia di MPP PBB menjadi dokter, perawat, administrasi, promosi tentang PBB dan Indonesia.

Kepemimpinan Indonesia saat Presidensi DK PBB pada Mei 2019 merupakan wujud nyata kontribusi Indonesia dalam memperbaiki tata kerja DK PBB sebagai anggota Tidak Tetap DK PBB.  Telah menghasilkan berbagai dokumen/ produk DK PBB, yaitu 4 resolusi, 1 Presidential Statement, 3 Pernyataan dan 3 Elemen bagi Pers. Di bawah Presidensi Indonesia juga telah dilaksanakan 2 sidang terbuka tentang Misi Pemeliharaan Perdamaian PBB dan Perlindungan Warga Sipil; 15 briefing terbuka; 14 konsultasi tertutup; dan 3 pertemuan dengan format Arria. Terdapat total 45 kegiatan dalam kurun waktu 22 hari kerja PBB.

Pada bulan Agustus 2020, Indonesia menjabat kembali sebagai Presiden DK PBB dengan mengusung tema ‘Memajukan Perdamaian'. Ini merupakan presidensi kedua Indonesia, setelah sebelumnya pernah menjabat pada Mei 2019 lalu. Telah menghasilkan total 50 kegiatan yang berhasil diselenggarakan, baik melalui pertemuan langsung maupun secara virtual. Indonesia telah memimpin 12 pertemuan terbuka, 12 pertemuan tertutup, 5 agenda tambahan, dan 12 pertemuan Badan Subsider DK PBB. Di antara pertemuan-pertemuan tersebut, terdapat 3 pertemuan yang menjadi signature events, yaitu:

Pertama. Meeting on the Linkage of Counter Terrorism and Organized Crimes. Pada pertemuan yang dilaksanakan pada 6 Agustus 2020 ini, Indonesia yang diwakili oleh Menteri Luar Negeri menekankan tiga poin utama, antara lain: (1) menyesuaikan kebijakan dalam menangani keterkaitan antara terorisme dan kejahatan terorganisir yang selama ini diambil dan harus ada sinergi antar aparat penegak hukum; (2) memperkuat infrastruktur hukum dan institusi dalam mengatasi keterkaitan antara terorisme dan kejahatan terorganisir yang harus diadopsi ke dalam hukum nasional negara; (3) memperkuat mekanisme kerjasama di kawasan dalam merespons isu terorisme dan kejahatan terorganisir.

Kedua. Meeting on The Pandemic and The Challenges of Sustaining Peace. Melalui format debat terbuka yang diselenggarakan pada 12 Agustus 2020, Indonesia menyampaikan tiga hal yang menjadi prioritas utama, yaitu: (1) aspek bina damai perlu menjadi bagian dalam upaya penanggulangan pandemi secara komprehensif; (2) upaya bina damai membutuhkan sinergi antara badan kerja dalam sistem PBB; (3) mengoptimalisasikan penggunaan sumber daya yang terbatas untuk upaya bina damai, karena mayoritas negara terdampak konflik dihadapkan dengan pada pilihan yang sulit antara pengeluaran untuk infrastruktur kesehatan atau untuk pembangunan perdamaian.

Ketiga. Arria Formula on Cyber and Protection of Civilians. Arria formula merupakan pertemuan informal yang diinisiasi oleh satu atau lebih anggota DK PBB. Dalam pertemuan yang diselenggarakan pada 26 Agustus 2020 dan dipimpin oleh Wakil Tetap RI untuk PBB di New York, Duta Besar Dian Triansyah Djani, Indonesia mengangkat sejumlah isu yaitu berbagai dampak dari serangan siber terhadap obyek vital, termasuk bagi kemanusiaan, serta pentingnya penguatan legislasi nasional dan norma internasional sebagai upaya melindungi infrastruktur sipil. Oleh karena itu, Indonesia mendorong adanya upaya bilateral, regional, dan global dalam penguatan kapasitas dan pemahaman bersama untuk menghadapi tantangan keamanan siber. Pertemuan ini menjadi salah satu wujud kontribusi Indonesia dalam mempromosikan lingkungan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang terbuka, aman, stabil, dan damai.[5]

Selain tiga kegiatan events di atas, DK PBB juga mengadakan pertemuan yang membahas tentang upaya perdamaian di berbagai wilayah seperti Yaman, Mali, Somalia, Suriah, Lebanon, Guinea-Bissau, dan Palestina. Terkait dengan isu Palestina, Indonesia secara konsisten menegaskan kembali dukungannya terhadap Palestina dengan menyerukan beberapa hal yaitu mendesak Israel untuk menghentikan rencana aneksasi, bukan hanya menundanya, perlunya meneruskan bantuan kemanusiaan karena konflik sangat berdampak pada warga Palestina, dan perlunya solusi yang komprehensif dari masyarakat internasional.

Di bawah kepemimpinan Indonesia, DK PBB juga telah berhasil mengesahkan Resolusi 2538 (2020) tentang personel penjaga perdamaian perempuan dalam misi pemeliharaan perdamaian PBB. Dengan diprakarsai oleh Indonesia dan disponsori oleh 97 negara angggota PBB, Resolusi 2538 (2020) menjadi resolusi pertama dalam sejarah diplomasi Indonesia di DK PBB. Selain mengesahkan resolusi tentang personel penjaga perdamaian perempuan, terdapat 3 resolusi lainnya yang disahkan oleh DK PBB yaitu resolusi tentang perpanjangan mandat misi pemeliharaan perdamaian di Lebanon (UNIFIL), resolusi perpanjangan mandat misi pemeliharaan perdamaian di Somalia (UNSOM), dan resolusi perpanjangan rezim sanksi di Mali. Selain berbagai pertemuan formal DK PBB, Indonesia juga adakan sejumlah pertemuan dengan Sekjen PBB, LSM, Uni , termasuk menginisiasi pertemuan Sofa Talk di PTRI New York, dimana seluruh Dubes anggota DK PBB dapat membahas secara informal berbagai isu yang dianggap sensitif.

Simak berita dan artikel lainnya di  Google News


Leave a Reply