Kepulauan Nias: Narkoba dan Teroris

MimbarBangsa.co.id — Satu bulan terahir, ramai di media sosial – khususnya media sosial masyarakat Nias – dan di media online yang dikelola masyarakat Nias tentang dua hal, yakni teroris dan narkoba.

Di salah satu media online, diberitakan bahwa Kepulauan Nias menjadi salah satu tempat latihan para teroris. Tidak lama setelah itu, muncul lagi berita yang tidak kalah heboh, yaitu maraknya narkoba di kepualan Nias. Dua berita ini tentu saja membuat saya secara pribadi resah dan gelisah, bercampur takut dan kuatir akan masa depan masyarakat Kepulauan Nias. Meskipun saat ini secara administrasi saya bukan warga kepualauan Nias, namun bagaiamana pun, saya lahir di Pulau yang indah itu. Masa anak-anak dan remaja awal saya habiskan di kepulauan Nias. Sudah barang tentu cinta akan kepulauan Nias tidak diragukan lagi dalam diri saya.

Paskah-Sekda-Nias-Selatan-Ikhtiar-Duha

Kedua berita di atas tentu saja mebuat kita bertanya-tanya, kenapa bisa seperti itu? Bukankah masyarakat Kepualauan Nias mayoritas dan ? Dan masih banyak pertanyaan yang muncul dalam pikiran saya. Dapat dikatakan bahwa Kepulauan Nias, meskipun kecil dan masyarakatnya juga terbilang sedikit, namun memiliki denominasi gereja cukup banyak. Sinode gereja yang dimiliki oleh masyarakat Nias, didirikan oleh tokoh-tokoh rohaniwan Nias dan berdomisili di Nias sebanyak 7 (tujuh) sinode. Jumlah ini hanya yang say abaca tat kala sesekali pulang ke Nias dan membaca nama-nama gereja yang terpampang besar di setiap desa. Saya tidak tahu, mungkin bisa saja lebih dari tujuh sinode. Sehingga dengan demikian, kepulauan nias adalah “sarang” gereja.

Namun faktanya saat ini, dikemukakan bahwa narkoba yang adalah barang haram yang sangat merusak sedang marak di sarangnya gereja. Bahkan musuh Negara di seluruh dunia, termasuk Indoneia juga disinyalir berlatih di Kepulauan Nias, yaitu . Apa yang salah?

 

Gereja salah satu Bagian Budaya

Dalam pengamatan saya – dalam hal ini saya siap menerima kritik dari tokoh dan masyakat Nias – sadar atau tidak kelemahan gereja di Nias tidak adanya pembinaar iman secara fundamental dan komprehensif. Secara praktika, gereja sering kali diperlakukan tak ubahnya budaya belaka. Gereja tidak dipandang sebagai kebenaran, namun sebagai bagian dari budaya. Karena diperlakukan sebagai bagian atau salah satu dari budaya, maka warga jemaat pun sangat minim dalam hal pengetahuan doktrin gereja. Bahkan hampir tidak pernah ada pembinaan doktrin gereja bagi warga gereja. Padahal, melalui rumusan-rumusan doktrin warga jemaat dapat memahami esensi gereja itu sendiri.

Sangat disayangkan memang hal ini, begitu banyak denominasi gereja namun warga gerejanya sendiri tidak mengerti doktrin gereja. Ironis bukan? Hal ini sudah berlangsung lama. Saya ingat betul, ketika saya mau menerima komuni pertama (Katolik) – sama dengan Sidi di gereja protestan – tidak ada pembinaan doktrin. Kecuali menghafal Doa Bapa Kami, Pengakuan Iman Rasuli, sepuluh dasa titah dan beberapa doa lainnya. Sedangkan sakramen komuni pertama atau Sidi merupakan bagian penting dalam perjalanan iman seseorang yang percaya kepada Kristus. Betapa tidak, Komuni pertama atau Sidi merupakan deklarasi seseorang bahwa dia sudah dewasa dan siap percaya secara mandiri serta menaati seluruh peritanh Tuhan yang diajarkan-Nya di dalam Alkitab. Sakramen sepenting ini, hanya di perlengkapi dengan doa-doa hafalan belaka.

Akibatnya, tidak terjadi perubahan signifikan dalam diri seseorang baik secara konseptual tentang iman Kristen maupun secara praktika. Dan lebih menyedihkan lagi, warga gereja di Nias tak mampu membedakan agama Kristen dengan Agama lain.

 

Yang Penting Bukan Tindakan Asusila secara Terbuka

Masyakat Kepulauan Nias sangat anti dengan tindakan asusila secara terbuka. Bahkan pakaian terbuka saja menjadi persoalan serius. Di bagian asusila ini masyakat Nias memang cukup peduli. Namun dalam hal karakter dan hal lainnya tidak peduli. Salah satunya adalah mengkonsumsi narkoba. Bahkan mungkin saja masyarakat Nias takut menggunakan narkoba secara terang-terangan hanya karena takut ditangkap Polosi. Jika tidak maka dianggap biasa, seperti tuak, dan lain sebagainya. Karena ketidakpedulian dalam hal ini, tidak heran jika sekarang kita mendengar kabar narkoba marak di Nias.

Lalu apa yang menyebabkan masyakat Nias tidak peduli? Tentu saja banyak faktor. Pertama, kurangnya informasi bahaya narkoba. Memang bahaya narkoba masih sangat minim di tengah-tengah masyarakat Kepulauan Nias. Banyak yang tidak mengerti bahwa narkoba dapat membunuh seseorang, membuat cacat mental dan berbagai persoalan psikis dan sosial lainnya.  Sehingga mulai dari keluarga sampai di gereja pun tidak ada pembinaan khusus tentang bahaya menggunakan narkoba. Kedua, dalam hal iman. Saya memiliki keyakinan bahwa seseorang yang mengerti kebenaran iman Kristen akan memiliki iman yang kuat dan benar dengan demikian akan memiliki cara hidup yang baru. Di atas telah saya kemukanan kurangnya pembinaan pengajaran Kristen secara mendalam dan komprehensif bagi warga jemaat sehingga berakibat dengan cara hidup. Menjadi seorang Kristen di Kepulauan Nias bukanlah sesuatu yang laur biasa. Hal itu dianggap lumrah, biasa saja. Sehingga tidak aga gregetnya, baik dalam hal iman secara konseptual maupun praktika.

 

Agama Saja Saja

Sebagian besar masyarakat Nias yang notabene Kristen dan Katolik tak mampu membedakan iman Kristen dengan iman agama lainnya. Masyarakat Nias terjebak dalam pluralism secara tidak sadar. Dan herannya tidak ada tokoh agama Kristen yang melakukan terobosan dalam hal ini. Masyarakat Nias sebagian besar menganggap agama itu sama saja. Tuhannya sama saja. Namanya saja yang berbeda. Hal ini terjadi tentu saja karena kurangnya pembinaar secara mendalam tentang iman Kristen secara konseptual dan praktika.

Akibat dari ini, masyarakat Kepulauan Nias tak mampu mengawasi gerak-gerik orang yang berbeda keyakinan. Sehingga tidak heran jika dikemukakan bahwa Nias salah satu tempat latihan para teroris. Tentu saja Nias mejadi tempat yang baik bagi para teroris karena kurangnya pemahaman iman yang sejati. Tidak saja tak mampu menilai dan membedakan bahkan ada kecenderungan mudah pindah keyakinan. Ada pun tidak pindah keyakinan bukan karena kesadaran akan kebenaran iman Kristen, namun lebih pada menjaga nama baik keluarga.

Jadi, meskipun Nias merupakan kantong kekristenan, namun sangat terbuka pada keyakinan yang lain. Masyarakat Nias menolak pindah keyakinan kebanyakan bukan karena mengerti kebanaran iman Kristen, namun sekedar menjaga identitas masyarakat Nias dan keluarga.

 

Andre Giawa, Gembala Pos PI GKSI “Filadelfia” Surabaya

Apa yang Dilakukan?

  1. Gereja Bertanggung Jawab

Bagiaman pun juga, masyarakat Nias masih sangat menjunjung tinggi gereja. Masih mengohormati para pendeta dan hamba Tuhan. Sehingga pada prinsipnya gereja dalam hal ini pimpinan Sinode, pendeta dan rohaniwan mulai memikirkan peran gereja yang sejati. Sehingga masyarakat Nias tidak memandang gereja sekedar budaya belaka. Perlu adanya pembinaar iman secara mendalam dan komprehensif.

Gereja perlu mengintrospeksi diri, bukan lagi waktunya mempertahankan tatanan liturgis gereja sebagai pembeda antar gereja. Namun perlu gebrakan dalam mendidik warga jmaat masing-masing tentang iman Kristen yang sejati. Pimpinan Gereja perlu menekankan kebenaran yang menopang gereja, yaitu Kristus. Perlu ada kebangunan rohani, namun bukan besar-besaran. Masyakat Nias tidak butuh ibadah KKR yang dihadiri ratusan atau ribuan, tetapi pembinaan secara local jauh lebih efektif. Pembinaan iman perlu ditangani langsung oleh pimpinan gereja, pendeta-pendeta yang telah belajar teologi secara serius. Perlu dibuatkan kurikulum khusus yang mampu diserap oleh masyakat.

Pemimpin gereja, pendeta harus menghilangkan dalam pikirannya bahwa warga jemaatnya tidak mengerti doktrin, meskipun diajarkan. Ajarkan saja prinsip-prinsip dasar kebenaran kekristenan. Meskipun tidak semua mengerti namun saya yakin jika diajarkan warga jemaat pasti ada yang akan mengerti.

Selain khotbah mimbar, doa keluarga (sekola wangandro) adalah momen paling baik mengajarkan kebenaran iman Kristen. Jangan lagi dibuat ibadah, doa keluarga/sekola wangandro sekedar rutinitas belaka. Para pemimpin gereja, pendeta, hamba Tuhan perlu meluangkan waktu belajar dan merumuskan dasar-dasar iman Kristen dengan disesuaikan kemampuan setiap gereja lokal.

Tugas ini adalah tanggung jawab gereja. Mengingat gereja masih dihargai keberadaannya di tengah-tengah masyarakat Nias. Perlu melatih warga jemaat untuk bertekun belajar . Belajar kebenaran iman Kristen secara konseptual dan praktika.

  1. Perlu Wawasan Lain

Gereja sebaiknya tidak lagi berkutat dengan liturgi. Ada hal yang tidak kalah penting dari liturgi, yang seyogyanya menjadi perhatian para pemimpin gereja, pendeta dan rohaniwan, yakni wawasan umum, seperti bahaya narkoba. Jika pendeta tidak punya cukup ilmu dalam bidang ini ajak orang yang berkompeten untuk memberikan pembinaan kepada jemaat secara intens.

Kegiatan seperti sekola wangandro tidak lagi menjadi rutinitas. Perlu diisi wawasan umum. Termasuk wawasan tentang terorisme. Warga jemaat perlu diajarkan tentang bahaya teroris, sehingga jemaat ikut serta mengawasi gerak-gerik orang baru atau ajaran-ajaran baru.

  1. Menjadi Kantong Kristen Sejati

Tujuan pembinaan iman ini adalah menjadikan Nias kantong Kristen sejati, bukan kantong Kristen populasi. Kantong kekristenan sejati adalah dimana masyarakat mayoritas Kristen yang mengerti kebenara iman Kristen itu sendiri baik secara konseptual maupun secara praktika. Sedangkan kantong Kristen populasi adalah mayoritas kekristen secara jumlah namun tanpa kualitas iman.

Saya menulis artikel atau opini ini adalah salah satu peran saya untuk mengingatkan saudara-saudara saya masyarakat Nias bahwa kekristenan bukan sekedar budaya, tetapi kebenaran sejati. Juga mengingatkan para sejawat saya untuk mengajarkan dasar-dasar iman Kristen sejati sebagaimana komitmen ketika di bangku kuliah teologi.

Saat ini memang sulit bagi saya terlibat secara langsung, namun saya berharap melalui tulisan-tulisan saya yang sederhana ini ada orang-orang yang sadar panggilannya sebagai orang Kristen, bahwa menjadi seorang Kristen bukan sekedar karena kita lahir dalam keluarga Kristen, tetapi panggilan ilahi yang dikerjakan oleh Kristus Yesus di atas kayu salib. Sehingga menjalankan kegiatan ibadah bukan lagi tanggung jawa budaya, tetapi panggilan Allah bagi umat-Nya.

Harapan saya, beberapa tahun mendatang Nias menjadi kantong Kristen sejati dan bukan kantong Kristen populasi. Tuhan Yesus memberkati.

 

Ditulis oleh:

Andre Giawa

(Gembala Pos PI GKSI “Filadelfia” Surabaya)

Simak berita dan artikel lainnya di  Google News


Leave a Reply