Jakarta, MimbarBangsa.co.id — Koordinator Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim mengatakan, secara filosofis tema Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2021, yakni “Serentak Bergerak Wujudkan Merdeka Belajar” selaras dengan apa yang telah dilakukan oleh Ki Hajar Dewantara.
Namun pada pelaksanaannya, Satriwan menyebutkan, masih jauh dari kenyataan. Pasalnya, Merdeka Belajar ala Ki Hajar Dewantara saat ini masih sebatas jargon. Sebab, pendidikan yang diharapkan adalah tri pusat yakni pendidikan tanggung jawab pertama adalah orang tua, sekolah, dan masyarakat belum tersentuh.
“Kemdikbudristek (Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi,red) saat ini masih fokus mengatur dunia persekolahan. Artinya, pendidikan formal yang lebih banyak diatur melalui berbagai episode Merdeka Belajar belum menyentuh dasar dari tri pusat pendidikan, “ kata Satriwan, Minggu (2/5/2021).
Oleh karena itu, Satriwan menuturkan, Merdeka Belajar ketika diterapkan di sekolah mesti diawali oleh guru yang merdeka. Sayangnya, hingga saat ini, lanjut Satriwan, belum semua guru merdeka baik secara kualitas maupun kesejahteraan.
“Kita hingga sekarang mengingat pada kesejahteraan guru kita, guru honorer yang saat ini belum merdeka dalam hal kesejahteraan tetapi mereka dituntut untuk mengaplikasikan nilai-nilai filosofis atau seperangkat program-program dari pemerintah,” ucapnya.
Selanjutnya, tantangan lain adalah bagaimana meningkatkan nilai Programme for International Student Assessment (PISA) Indonesia. Sebab, masih ada guru yang mengajar siswa berupa hafalan yang berorientasi pada keterampilan berpikir tingkat bawah, sehingga capaian PISA Indonesia selalu rendah.
Oleh karena itu, Satriawan berharap kebijakan-kebijakan Kemdikbudristek terkait Merdeka Belajar tidak hanya sekedar jargon dan hanya menyentuh kulit-kulit luar saja. Misalnya, untuk peningkatan nilai PISA, maka proses belajarnya harus mengarah pada higher order thinking skills (HOTS) atau keterampilan berpikir tingkat tinggi bukan pada kemampuan menjawab soal.
“Selama ini dengan adanya program asesmen nasional dan AKM (asesmen kompetensi minimum, red), guru-guru sibuk membuat soal HOTS dan AKM. Mestinya keterampilan HOTS itu ada dalam proses pembelajaran bukan pada soal. Ini salah kaprah. Saya rasa Merdeka Belajar belum menyentuh hal-hal substansial dari guru dan kebutuhan sekolah,” ucapnya.
Satriwan menyebutkan, pada prinsip Merdeka Belajar atau pendidikan yang memerdekakan menurut Ki Hajar Dewantara adalah:
- setiap anak berhak mengatur dirinya sendiri
- pendidikan yang menjadikan manusia merdeka seutuhnya
- pendidikan hendaknya didasarkan pada budaya asli Indonesia
- pendidikan diberikan kepada seluruh rakyat Indonesia tanpa kecuali
- pendidikan harus bersandar pada kekuatan sendiri
- guru hendaklah mendidik sepenuh hati dan tulus.
“Kalau kita lihat prinsip Merdeka Belajar ala Taman Siswa Ki Hajar Dewantara tadi untuk saat ini memang masih jauh antara harapan dan kenyataan. Kenapa demikian, karena Merdeka Belajar baru semata-mata jargon belum terwujud dalam kebijakan maupun aktualisasi baik oleh pemerintah, orangtua, dan guru,” pungkasnya.
Sumber: BeritaSatu.com