MimbarBangsa.co.id — Nilai tukar rupiah dibuka melemah signifikan pada awal perdagangan Senin pagi di pasar spot Jakarta. Rupiah tercatat turun sebesar 251 poin atau 1,51 persen dibandingkan penutupan sebelumnya, menjadi Rp16.904 per dolar Amerika Serikat (AS) dari posisi akhir pekan lalu di level Rp16.653 per dolar AS.
Pelemahan rupiah ini mencerminkan tekanan eksternal yang masih cukup kuat terhadap mata uang negara berkembang, termasuk Indonesia. Kenaikan imbal hasil obligasi AS dan ekspektasi kebijakan suku bunga The Fed yang masih ketat disebut sebagai beberapa faktor utama yang memicu arus keluar modal asing dari pasar keuangan domestik.
Analis pasar uang menilai, pergerakan rupiah saat ini sangat dipengaruhi oleh dinamika global, terutama kebijakan moneter Amerika Serikat dan ketegangan geopolitik yang terus berlangsung. Sementara itu, dari dalam negeri, pelaku pasar juga tengah mencermati data-data ekonomi terbaru serta arah kebijakan fiskal pemerintah menjelang pertengahan tahun.
"Rupiah saat ini berada dalam tekanan yang cukup besar. Sentimen global yang belum stabil dan minimnya katalis positif dari dalam negeri membuat investor cenderung memilih aset yang lebih aman," ujar seorang analis dari lembaga riset keuangan di Jakarta.
Bank Indonesia diperkirakan akan terus melakukan intervensi ganda di pasar valas dan obligasi untuk menjaga stabilitas nilai tukar, sembari memonitor perkembangan ekonomi global dan domestik secara ketat.
Pelaku usaha dan importir diimbau untuk mewaspadai volatilitas nilai tukar yang masih tinggi dan mempertimbangkan strategi lindung nilai (hedging) sebagai langkah antisipatif menghadapi fluktuasi yang lebih dalam.
Dengan tren pelemahan ini, para pelaku pasar akan menunggu sinyal lanjutan dari otoritas moneter, baik dari dalam maupun luar negeri, untuk menentukan arah pergerakan rupiah ke depan.