Jakarta, MimbarBangsa.co.id – Seorang ibu bernama Linggra baru-baru ini mengungkapkan kisah menyedihkan yang dialaminya setelah menemukan bahwa anaknya, EL, diberikan obat penggemuk oleh pengasuhnya secara diam-diam selama setahun penuh. Kisah ini viral di media sosial dan mengundang perhatian publik setelah Linggra menceritakannya di akun Instagram miliknya, @linggra.k.
Awal Kecurigaan
Semua bermula ketika Linggra merasa bahwa pertumbuhan berat badan anaknya, EL, terlalu cepat. Awalnya, ia mengira peningkatan berat badan tersebut disebabkan oleh asupan makanan yang diberikan pengasuh. Linggra tak pernah menyangka ada hal lain di balik kenaikan berat badan tersebut. Namun, beberapa bulan terakhir, Linggra mulai merasakan ada sesuatu yang tidak wajar pada kondisi kesehatan anaknya.
Penemuan Obat Keras
Puncak kekhawatiran Linggra terjadi ketika ia menemukan obat berwarna biru dan oranye yang disimpan oleh pengasuh. Setelah diselidiki, obat tersebut diketahui merupakan steroid Deksametason dan Pronicy, yang biasa digunakan untuk orang dewasa. "Ini termasuk obat keras untuk dewasa, tapi diberikan ke anak kami selama setahun, bayangkan," tulis Linggra di akun Instagramnya, Senin (14/10/2024).
Kondisi EL Memburuk
Setelah penemuan obat tersebut, Linggra segera menghentikan pemberiannya. Namun, keputusan ini ternyata berdampak buruk pada kondisi EL. Sembilan hari setelah penghentian obat, EL mulai menunjukkan gejala kelelahan yang ekstrem. Tubuhnya lemas, ia menolak makan dan minum, serta lebih banyak tidur. Kondisi ini membuat Linggra panik dan segera membawa anaknya ke dokter.
Diagnosis Dokter
Setibanya di rumah sakit, dokter yang memeriksa EL mengungkapkan bahwa tubuh anaknya kekurangan hormon kortisol, hormon penting yang memengaruhi kemampuan tubuh untuk bergerak dan berfungsi normal. “Kata dokter, EL nggak kuat bergerak karena tidak memiliki hormon kortisol yang cukup, sehingga kami harus segera menyuntikkan hormon tersebut,” jelas Linggra.
Dampak Jangka Panjang
Penggunaan obat penggemuk selama satu tahun tanpa pengawasan medis telah merusak sistem hormonal EL. Tak hanya itu, lambung anaknya juga mengalami gangguan akibat pemrosesan obat keras tersebut. Setelah sebulan menghentikan penggunaan obat, kondisi fisik EL mulai membaik, terutama pembengkakan yang berangsur-angsur berkurang. Namun, kadar hormon kortisol EL masih rendah, dan ia harus menjalani terapi hormon di Singapura.
Pemulihan yang Panjang
Dokter menyarankan terapi hormon dalam jangka panjang. "Terapi bisa berlangsung tiga bulan, enam bulan, bahkan hingga satu tahun, tergantung bagaimana respons tubuh anak kami terhadap pengobatan ini," ujar Linggra menutup kisahnya.
Kasus ini mengingatkan para orang tua untuk lebih waspada terhadap pengawasan kesehatan anak-anak, terutama ketika melibatkan pihak ketiga seperti pengasuh. Penggunaan obat keras tanpa pengawasan medis bisa berakibat fatal dan membutuhkan pemulihan yang panjang.