Jakarta, MimbarBangsa.co.id – Ombudsman RI menyelidiki penyebab kenaikan harga beras dalam beberapa waktu terakhir. Seperti diketahui, berdasarkan data Badan Pangan Nasional (Bapanas) per 17 September 2023, harga beras premium di tingkat konsumen sudah melonjak 22,58% dibandingkan tahun lalu, dan beras medium naik 23,56%.
Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika mengungkapkan ada tiga aspek yang menjadi penyebab kenaikan harga beras. Yaitu, permasalahan iklim seperti kemarau panjang atau kekeringan, lalu permasalahan di hulu, serta permasalahan di hilir.
Hal itu, imbuh dia, menggambarkan permasalahan kenaikan harga beras begitu kompleks.
“Masalah di hulu terkait luas lahan pertanian yang terus menurun, BPS mengatakan sebanyak 200 ribu hektare (ha) setiap tahun luas lahan pertanian itu menurun. Kalau nggak ada pencetakan lahan baru, nggak ada inovasi dalam meningkatkan atau mengintensifkan tanaman maka akan menggerus pencapaian peningkatan produksi pertanian kita,” kata Yeka dalam konferensi pers, Senin (18/9/2023).
Selain itu masalah di hulu lainnya juga ada keterbatasan sarana produksi pertanian hingga persoalan subsidi pupuk. Tidak adanya induk yang jelas dalam permasalahan teknis di pertanian juga turut andil dalam menyumbang persoalan.
“Ada permasalahan benih, ayo coba siapa di Republik ini yang bertugas menjamin benih padi ini berkualitas semuanya bagi sekian juta petani pangan? Nggak ada,” sebut Yeka.
Adapun masalah di hilir juga tidak bisa dipandang sebelah mata. Mulai dari harga sewa lahan, harga bahan bakar minyak (BBM) hingga harga pupuk yang naik. Pada tahun 2021 biaya produksi yang harus dikeluarkan sekitar Rp 8 juta per ha/musim, namun kini naik menjadi Rp 12-16 juta per ha/ musim tanam di luar sewa lahan
“2005-2014 di wilayah Sumatra kebanyakan penggilingan rice to rice, begitu juga Jatim sudah mulai. Awalnya dia trader lalu dia ingin masuk bisnis beras rice to rice, sekarang penggilingan besar yang tadinya rice to rice sekarang masuk ke gabah to rice, jadi awal giling beras pecah kulit ke beras. Sekarang banyak pemain besar main di gabah menjadi beras,” sebut Yeka.
Pada akhirnya permintaan terhadap gabah naik, dan mulai dirasakan sekarang. Dampaknya terjadi rebutan antara penggilingan kecil dan penggilingan besar
“Saya cek tanya di penggilingan ini, saya panggil juga, ternyata bagi penggilingan itu harga gabah mahal atau murah itu nomor sekian, nomor 1 wajib tetap dapat gabah karena dia punya costumer. Dia rela rugi daripada kehilangan costumer. Sekarang harga 7-8 ribu/Kg, bahasa penggilingannya kami ini beli gabah sambil pusing, akhirnya banyak penggilingan padi yang kecil mati,” ujar Yeka.
Permasalahan di hilir lainnya, kata Yeka, produksi beras yang turun, ketidakpastian atau keterlambatan impor beras, serta pasokan beras menjadi tidak terantisipasi.