Jakarta, MimbarBangsa.co.id – Kasus mahasiswa UI dibunuh kakak tingkat masih menyisakan tanda tanya meski pelakunya sudah dibekuk dan motifnya sudah diungkap polisi. Mengapa mahasiswa yang bernampilan alim tega membunuh. Berikut ini analisis Adrianus Meliala, kriminolog yang juga Guru Besar Departemen Kriminologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (UI).
Seperti diberitakan, Adrianus Meliala bersama sejumlah civitas akademika UI mendatangi Polres Metro Depok, Senin (7/8/2023) siang. Mereka proaktif datang untuk mengetahui duduk perkara sebenarnya dari kasus pembunuhan Muhammad Naufal Zidan (19), mahasiswa Jurusan Sastra Rusia Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UI.
Muhammad Naufal Zidan dibunuh kakak tingkatnya, Altafasalya Ardnika Basya (23), Rabu (2/8/2023).
Dalam wawancara dengan BTV, Adrianus Meliala menjawab mengapa pelaku tega menghabisi nyawa korban yang adalah teman dekat sekaligus adik tingkat di kampus.
Seperti sudah ditampilkan oleh Polres Depok, Altafasalya Ardnika Basya alias Altaf berpenampilan layaknya seorang mahasiswa alim. Perawakannya tinggi dan berisi, mengenakan kacamata dengan model potongan rambut biasa. Tak ada kesan berandalan pada sosok Altaf.
Adrianus yang pernah menjadi penasihat ahli Kapolri pada 2000-2006 ini, menyatakan, akan sulit memahami mengapa seseorang bisa begitu tega menghabisi nyawa orang dekat apabila hanya melihat momentum sesaat.
“Kita akan bisa memahami mengapa Altaf sampai tega membunuh adik tigkatnya apabila melihat lebih jauh ke belakang apa saja yang terjadi pada tersangka pelaku,” kata Komisioner Kompolnas 2012-2016 ini.
Kemungkinan, kata Adrianus, pelaku sedang kalut luar biasa sehubungan dengan kondisi keuangannya yang sangat mendesak untuk dia harus bayar
Adrianus juga menyebut, pelaku tampaknya mengalami krisis kepercayaan diri. Krisis yang dimaksud adalah dalam konteks bahwa ia pernah jaya, pernah punya uang banyak dan dengan begitu ia lalu mengubah gaya hidup -semacam berfoya-foya- memberikan sesuatu kepada teman-temannya. Namun demikian, semua itu tiba-tiba hilang.
“Tiba-tiba uangnya habis. Ia menjadi miskin, begitulah disebutnya. Nah dia nggak siap dengan situasi itu,” ungkap anggota Ombudsman RI 2016 – 2021 ini.
Dalam kondisi tersebut pelaku diduga berusaha mencari dan melakukan apa saja untuk bisa
mendapatkan uangnya kembali dan mendapatkan kejayaannya kembali.
Disebutkan oleh Adrianus Meliala, untuk mendapatkan kejayaan tersangka melakukan pinjaman online maupun ikut lomba game online tetapi belum cukup juga.
Sedangkan mengenai mengapa Muhammad Naufal Zidan yang menjadi sasaran, menurut Adrianus Meliala, sejatinya korban menjadi sasaran gelap mata.
Tidak ada satu pun prakondisi yang amat cukup untuk menerangkan mengapa Muhammad Naufal Zidan yang menjadi sasaran alias korban.
Ketika itu korban tidak menantang, tidak mengancam (pelaku), tidak memprovokasi sama sekali, tetapi menjadi sasaran. “Kalut yang dialami pelaku alhasil kemudian tega membunuh adik tingkatnya,” tutur Adrianus Meliala.
Berdasarkan keterangan seorang teman, pelaku disebut berkeringat saat tiba kembali di kontrakannya setelah melakukan pembunuhan. Apakah berarti pelaku ketakutan?
Menurut Adrianus, walaupun pelaku sudah mempersiapkan diri yakni dengan membawa senjata tetapi tidak sepenuh hati ketika melakukannya. Ia berusaha untuk melawan melawan rencananya itu.
“Ya berperang dalam hatinya. Dalam hati kecilnya iya, tidak, iya, tidak… alhasil memang dilakukan penuh dengan tanpa perencanaan sehingga berantakan atau dalam bahasa Inggris messy,” ungkap Adrianus.
Adrianus menilai pembunuhan yang dilakukan Altaf terbilang sadis. Demikian juga cara dia membiarkan jenazah selama satu hari satu malam tergeletak begitu saja. Kondisi ini menunjukkan bahwa pelaku seperti tidak siap menghadapi situasi pasca-pembunuhan.
“Pulang dari lokasi pembunuhan kabarnya dia (pelaku) langsung dicengkeram mimpi didatangi korban. Itu menunjukkan ketidaksiapan pelaku menghadapi situasi pasca-pembunuhan,” kata Adrianus.
Pembunuhan Berencana
Ditanya apakah pelaku bisa dijerat pasal pembunuhan berencana, Adrianus merujuk pada beberapa indikasi seperti pelaku sudah membawa senjata, sengaja mengantar korban ke tempat kos, sengaja menjemput dan menunggu korban dari siang.
“Nah, saya bisa bayangkan bahwa di dalam saat menunggu dan menunggu itu, pada diri pelaku sudah mulai suara-suara tadi semacam ya, tidak, ya, tidak, jadi apa enggak,” ujar Adrianus Meliala.
Ditegaskan bahwa itu semua mengindikasikan adanya perencanaan, karena pelaku punya kesempatan untuk berpikir apakah akan melakukan atau tidak.
“Apalagi ia sudah mempersiapkan senjata. Itu semua adalah hal-hal yang dapat diindikasikan oleh JPU nanti ya dan juga oleh Hakim sebagai perencanaan,” katanya.