NIAS, Mimbar Bangsa – Joni Warsito Waruwu (27), aktivis asal Kepulauan Nias yang nekat mengendarai sepeda motor dari Nias ke Jakarta, selama kurang lebih 9 hari lamanya. Menempuh jarak sekitar 3.500 Km dengan tujuan untuk menyampaikan aspirasinya ke Kemendikbudristek.
Joni Warsito Waruwu berasal dari keluarga yang tidak mampu. Ayah-ibunya hanyalah petani penderes karet. Anak pertama dari enam bersaudara itu berasal dari sebuah pelosok Desa, yakni Ononamolo II Kec. Mandrehe Utara, Nias Barat, Sumatera Utara (Sumut).
Meski dari keluarga miskin, sejak belia, Joni menunjukkan karakter sebagai petarung dan pembelajar. Ia memilih untuk tidak terbenam dalam kubangan kemiskinan. Di SMP Negeri 2 Mandrehe Utara, ia jadi Ketua OSIS dan juara kelas.
Juga semasa di SMA Negeri 3 Gunungsitoli, pernah jadi Ketua OSIS dan juara umum. Tamat SMA pada 2014, ia mampu menembus Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi & Bisnis USU di Medan.
Ia kuliah sambil mencari nafkah di Kota Medan. Berbagai pekerjaan dilakoninya, mulai operator warnet, jual jus, pelayan kafe. Pulang kerja bisa jam 2 pagi. Besok paginya sudah harus kuliah lagi.
Di USU, ia sempat memimpin satu organisasi mahasiswa Nias, bernama Forum Mahasiswa Nias USU (Forman USU). Berdasarkan pengalamannya, Joni pun menaruh perhatian yang serius untuk membantu anak-anak Nias yang mau melanjutkan studi di PTN.
Beberapa tahun terakhir, lewat Lembaga Haga Pendidikan Ono Niha, Joni mencoba membantu anak Nias lewat beberapa kegiatan, di antaranya sosialisasi tentang PTN dan KIP Kuliah di puluhan sekolah di Kepulauan Nias; try-out utk mengikuti test PTN; menggembleng & memfasilitasi anak Nias untuk bisa mengikuti tes masuk PTN di Medan.
Usahanya itu pun tak sia-sia dan sudah mulai menunjukkan hasil. Tahun ini, ada sekitar delapan orang yang lolos PTN dari 12 orang yang difasilitasinya. Kerinduannya, semakin banyak anak Nias yang ikut test PTN, maka akan semakin besar juga peluang untuk lolos di PTN.
Akses pendidikan tinggi yang berkualitas dan terjangkau biayanya, tentu amat dibutuhkan oleh warga Nias. Semakin banyak anak-anak Nias yang menikmati pendidikan terbaik, maka akan membuat sumberdaya manusia (SDM) Nias semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Dibenaknya, SDM Nias yang semakin meningkat itulah yang akan mengangkat Nias dari status termiskin dan daerah tertinggal. Selama ini, belasan ribu tamatan SLTA di setiap tahunnya di Kepulauan Nias terkendala jarak, waktu dan biaya untuk mengikuti ujian masuk PTN.
Padahal, kesempatan untuk kuliah di PTN merupakan impian anak-anak Nias yang sebagian besarnya berasal dari keluarga miskin dan sederhana.
Tahun 2023 ini, ada sekitar 17.492 anak Nias lulusan SLTA dari 242 sekolah. Sebagian besar di antaranya sulit dan gagal mengikuti seleksi Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) pada Seleksi Nasional Berbasis Tes (SNBT) PTN.
Untuk bisa ke Medan, harus melewati jalur laut semalaman dari Gunungsitoli ke Sibolga, lalu sekitar 8 jam naik kendaraan dari Sibolga ke Medan. Naik pesawat, tentu sangat mahal. Pulang pergi sekitar Rp 2,5 juta. Belum lagi biaya penginapan.
Tentu tidak mudah bagi anak kampung menembus belantara Kota Medan, terutama yang tidak punya keluarga atau kenalan.
Selain itu, berbagai program bantuan pendidikan untuk kalangan tidak mampu, belum banyak dinikmati oleh anak-anak Nias, baik KIP Kuliah atau Program Indonesia Pintar. Padahal bantuan pendidikan tersebut sangat dibutuhkan oleh anak-anak Nias dari kalangan tidak mampu.
Empat kabupaten di Kepulauan Nias itu bertahun-tahun menyandang status daerah tertinggal. Berdasarkan data statistik, 4 kabupaten di Kepulauan Nias berada di peringkat teratas dalam hal tingkat kemiskinan dari 33 kabupaten/kota di Sumatera Utara.
Keterpurukan di bidang pendidikan, menjadikan Nias tidak cepat bangkit dari status sebagai daerah tertinggal dan termiskin.
Mengamati keadaan tersebut, sehingga ia mengambil keputusan ingin bertemu ke Menteri Kemendikbudristek dan Presiden Joko Widodo dengan naik motor dari Nias ke Jakarta dengan membawa sebuah misi besarnya yakni “ke Istana Negara dan bertemu Menteri Nadiem Makarim dan Presiden untuk memperjuangkan keadilan di bidang pendidikan bagi anak-anak di Kepulauan Nias”.