Jakarta, MimbarBangsa.co.id – Dunia saat ini sedang mengalami panas yang jauh berbeda dengan biasanya. China saat ini tengah mengalami rekor suhu panas yang tinggi sekaligus hujan lebat secara bergantian yang mengakibatkan adanya kekeringan dan banjir di beberapa wilayah. Pola cuaca yang ekstrem tersebut dilaporkan menyebabkan banyak hewan ternak dan tanaman di China mati.
Mengutip CNN Internasional, banyaknya kasus kematian hewan ternak dan tanaman itu telah mengganggu rantai pasokan makanan dan industri. Banyak hewan seperti babi dan kelinci yang mati karenanya. Bahkan, ikan yang hidup di perairan pun juga tidak tahan dengan panasnya cuaca di China.
“Babi, kelinci, dan ikan telah mati karena suhu yang membara, dan ladang gandum di China telah dibanjiri oleh curah hujan terberat dalam satu dekade,” tulis CNN Internasional, dikutip Senin (5/6/2023).
Peternakan di Provinsi Jiangsu melaporkan ratusan babi mati, akibat listrik yang tiba-tiba padam saat malam hari. Para babi diduga kepanasan karena peternak tidak mampu menyalakan kipas angin di suhu yang panas.
Suhu panas juga membuat banyak ikan milk petani di Guangxi mati terpanggang suhu air yang meningkat. Bahkan harga kepala kelinci yang menjadi hidangan khas daerah Sichuan, mengalami lonjakan akibat banyaknya kelinci yang mati.
Sementara itu, hujan deras yang membanjiri ladang gandum Henan membuat banyak petani gagal panen. Padahal, hanya beberapa hari jelang panen jika saja tidak ada banjir. Selain itu, hujan juga menyebabkan beberapa tanaman biji-bijian menjadi berjamur.
Pemerintah setempat juga khawatir masalah kekeringan dapat melanda lembah Sungai Yangtze, wilayah penghasil beras utama China, dalam beberapa bulan mendatang.
Kekhawatiran pemerintah China bukan tanpa sebab. Pasalnya, Kepala analis pertanian Citic Securities Sheng Xia mengkonfirmasi bahwa cuaca ekstrem seperti kekeringan dan banjir dapat mengganggu pesanan produksi pangan. Sheng mencatat bahwa gelombang panas dan kurangnya curah hujan di wilayah barat Xinjiang telah mempengaruhi beberapa produksi jagung dan gandum.
“(Cuaca esktrem) ini membawa banyak ketidakpastian pada pasokan pangan dan minyak,” tambah Sheng Xia dalam sebuah laporan penelitian.
Dia mengungkapkan cuaca esktrem tahun ini disebabkan fenomena El Nino, sebuah fenomena pemanasan Suhu Muka Laut (SML) di atas kondisi normalnya yang terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah.
Sejak Maret, suhu di belasan kota China memang telah mencapai rekor tertinggi. Bahkan, gelombang panas di sejumlah kota di provinsi Yunnan dan Sichuan mengalami suhu yang meningkat mencapai di atas 40 derajat Celcius. Angka tersebut menjadi rekor tertinggi gelombang panas di Negeri Tirai Bambu.
“Bagi China, peristiwa El Niño akan dengan mudah meningkatkan ketidakpastian iklim di Lembah Sungai Yangtze, menyebabkan banjir di selatan dan kekeringan di utara, serta musim panas yang dingin di timur laut,” imbuh Sheng.