Jakarta, MimbarBangsa.co.id – Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani meminta pemerintah memperkuat kebijakan dalam negeri sebagai salah satu upaya untuk melakukan perlindungan terhadap para pekerja migran.
Hal tersebut ditegaskan Benny Rhamdani dalam Dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) yang mengangkat tema “Deklarasi ASEAN Melindungi Pekerja Migran” Senin (15/5/2023).
“Saya ingin memberikan critical point terkait deklarasi ASEAN pada dimensi tindak perdagangan orang. Bahwa itu menjadi kesepakatan ASEAN, ok, kita apresiasi. Tetapi sesungguhnya yang diperkuat ini adalah kebijakan dalam negeri kita,” papar Benny Rhamdani.
Benny kemudian menyoroti sejumlah regulasi pemerintah terkait perlindungan pekerja migran yang dinilai belum efektif dan aplikatif dalam penerapannya. Seperti regulasi yang amburadul menyebabkan praktek sindikat perdagangan orang masih marak terjadi di Indonesia.
“Kita punya undang-undang TPPO Nomor 21 tahun 2007. Kita punya Perpres tentang pencegahan dan penanganan TPPO No. 22 Tahun 2021 yang mengikat 32 Kementerian dan Lembaga. Ini yang saya katakan masih belum terlalu efektif berjalan, belum aplikatif di lapangan sehingga penempatan ilegal itu masih terus terjadi dan marak di lapangan,” tegasnya.
Di sisi lain, Benny menegaskan bahwa salah satu persoalan utama sulitnya memberantas sindikat perdagangan orang secara ilegal di Indonesia adalah keterlibatan sejumlah oknum yang memiliki atribut kekuasan.
“Saya sampaikan terbuka, ada oknum TNI, ada oknum Polri, oknum kementerian lembaga terlibat, dan bahkan oknum di BP2MI yang saya pimpin, saya ingin fair dan saya sudah memberikan sanksi yang sangat keras yakni pemecatan,” katanya.
Merujuk data yang dikeluarkan BP2MI, ada 4,4 juta orang Indonesia yang bekerja di luar negeri dan 90% para pekerja tersebut berangkat secara tidak resmi atau unprosedural.
Modus yang digunakan oleh para pekerja ilegal tersebut adalah menggunakan visa turis dan bukan visa kerja. Selain itu, mereka juga menggunakan visa umroh dan ziarah untuk negara-negara timur tengah.
Sementara itu, selama tiga tahun kepemimpinannya, demikian Benny, ada 92.000 para pekerja Indonesia yang dideportasi dari luar negeri, 1.900 jenazah yang masuk ke dalam negeri dan 3.600 orang yang sakit, cacat secara fisik, hilang ingatan, depresi ringan dan berat.
“Ini pemandangan kita harus bicara naif negara yang besar ini, negara yang menjunjung tinggi kemanusiaan tapi kita dianggap melakukan pembiaran dan tidak berdaya melawan sindikat penempatan ilegal yang dikendalikan oleh sindikat. Dan lebih sialnya, oknum-oknum yang memiliki atribut-atribut di kekuasaan ini terlibat di dalamnya,” kata Benny.
Karena itu, sebagai salah satu problem serius yang belum selesai diatasi, Benny meminta agar negara tidak pernah boleh kalah ataupun berkompromi dengan pelaku sindikat penempatan ilegal para pekerja migran.
“Negara harus hadir, negara tidak boleh kalah, hukum harus bekerja. Kuncinya adalah komitmen pada merah putih, komitmen pada republik, komitmen untuk tidak menjadi bagian dari sindikat penempatan ilegal,” tegas Benny.
“Kita harus menjadikan pelaku penempatan ilegal sebagai musuh negara yang harus dipenjarakan. Ini problem dalam negeri yang belum selesai,” pungkasnya.