Jakarta, MimbarBangsa.co.id – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menganggap kasus mahasiswa IPB terjerat pinjaman online (pinjol) sebagai pelajaran. Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Frederica Widyasari Dewi turut prihatin dengan kejadian tersebut. Frederica menilai seharusnya kaum mahasiswa semestinya lebih memahami literasi keuangan daripada orang awam.
“OJK melihat kejadian yang menimpa mahasiswa IPB terjerat pinjol merupakan pelajaran dan catatan penting karena menimpa kalangan mahasiswa yang seharusnya sudah memiliki literasi keuangan yang lebih baik daripada masyarakat pada umumnya,” tutur Frederica saat mengadakan konferensi pers Edukasi dan Perlindungan Konsumen Kasus Penipuan di IPB secara daring pada Senin (19/12/2022).
Frederica juga mengungkapkan bahwasannya kejadian di kampus IPB menunjukkan bahwa peningkatan literasi keuangan masyarakat harus terus digencarkan bersama-sama oleh semua kalangan termasuk para pimpinan akademisi di lingkungan perguruan tinggi. Oleh karena itu, keilmuan mahasiswa juga diikuti pemahaman terhadap produk dan layanan sektor jasa keuangan.
“Para mahasiswa justru bisa menjadi pelopor atau agen literasi bagi masyarakat dalam memahami dan menggunakan produk maupun layanan di sektor jasa keuangan secara bijak,” ujar Frederica.
Belajar dari kasus penipuan yang membuat ratusan mahasiswa IPB terjerat pinjol, OJK mempunyai misi akan terus memperkuat dan memperluas program literasi keuangan di masyarakat. Program literasi keuangan rencananya akan dilakukan melalui kegiatan sosialisasi dan edukasi secara offline, online serta melalui kampanye nasional yang masif.
Perlu diketahui hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) Indonesia pada tahun 2022 menunjukkan indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia sebesar 49,68 persen naik dibandingkan tahun 2019 yang hanya 38,08 persen.
Sementara indeks inklusi keuangan tahun ini mencapai 85,1 persen meningkat dibandingkan survei sebelumnya pada tahun 2019 yakni sebesar 76,19 persen. Hal ini menunjukkan jarak antara literasi dan inklusi semakin menurun dari jarak sebelumnya di tahun 2019 sebesar 38 persen menjadi 35,42 persen di tahun 2022. Namun demikian, jarak tersebut tentunya harus terus-menerus diupayakan agar semakin menurun atau mengecil.