Bali, MimbarBangsa.co.id — Para pemimpin dunia sudah mulai berdatangan ke Bali sejak Minggu malam dan Senin ini untuk menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 yang dijadwalkan berlangsung selama dua hari pada 15-16 November 2022.
Indonesia, selaku pemegang Presidensi G20 tahun ini, mengusung tiga agenda prioritas, yaitu Arsitektur Kesehatan Global, Tranformasi Digital dan Transisi Energi.
Ketiga isu tersebut dinilai penting dalam menggandeng seluruh komunitas global untuk kembali bangkit dan pulih usai terjadinya pandemi Covid-19 dalam dua tahun terakhir.
Arsitektur Ketahanan Global
Terkait dengan arsitektur kesehatan global, Indonesia mendorong pengembangan pendanaan dengan investasi awal sekitar USD1,4 miliar untuk menjaga resiliensi masyarakat global terhadap Covid-19 dan pandemi baru di masa mendatang.
Ada tiga strategi kebijakan yang didorong dalam upaya memperkuat arsitektur kesehatan global: pertama, menyusun dan membangun mekanisme global health fund; kedua, membuka akses penanggulangan darurat kesehatan; dan ketiga, penguatan mekanisme berbagi data yang tepercaya dengan pembentukan platform genome sequence data secara global.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan, keamanan dan ketahanan kesehatan yang kuat menjadi dasar pemulihan ekonomi lebih lanjut. Hal ini juga dapat mempertahankan kemakmuran Indonesia.
Kapasitas industri kesehatan harus ditingkatkan. Begitu pula dengan arsitektur kesehatan global yang perlu diperkuat. Menurut Menlu Retno, penelitian dan pengembangan akan memainkan peran penting dalam hal ini.
Transformasi Digital
Indonesia mendorong peningkatan transformasi ekonomi berbasis digital dengan menyiapkan infrastruktur teknologi berupa fiber optic dan pengembangan teknologi terbaru yang sering disebut Low Earth Orbit Satelite sehingga 17 ribu pulau di Indonesia akan saling terkoneksi.
Nilai ekonomi digital Indonesia saat ini tercatat mencapai USD70 miliar dan akan meningkat di 2025 mendekati USD150 miliar. Dalam digitalisasi ASEAN, Indonesia memimpin dengan porsi sebesar 40 persen dan pada 2030 diprediksi mengalami peningkatan.
Menurut Deputi Bank Indonesia (BI) Doni Primanto Joewono, transformasi digital menjadi sebuah keniscayaan bagi Indonesia khususnya di masa pandemi covid-19. Selama dua tahun lalu, Indonesia dapat bertahan dari sisi ekonomi tidak lain karena adopsi digital yang masif.
“Digitalisasi telah menyelamatkan banyak aspek dalam kehidupan kita sehari-hari, beberapa dari kita sekarang bahkan bisa membeli sesuatu hanya dengan satu kali scan melalui aplikasi pembayaran,” ungkap ungkap Doni.
Transisi Energi
Deputi Bidang Kebijakan Pembangunan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Mego Pinandito, menyatakan Indonesia harus bersiap melakukan transisi energi. Penggunaan energi fosil sejauh ini mesti digantikan dengan energi baru dan terbarukan.
Dia menyebut energi baru terbarukan lebih ramah lingkungan dan akan menjadi sumber daya yang tak pernah habis. Namun, perlu kerja sama dari seluruh pihak agar transisi itu berhasil.
Salah satu yang coba dilakukan adalah mendorong dekarbonisasi pembangkit listrik dengan melakukan uji coba terhadap passing down PLTU di Jawa Timur yang dikoordinasikan oleh Asian Development Bank yang diharapkan bisa diaplikasi di tempat lain.
Selain itu, Indonesia juga mendorong beberapa alternatif lain seperti pengembangan amonia untuk Co-firing PLTU yang juga akan dapat mengurangi tingkat karbon di udara. Berikutnya, Carbon Capture, energi hidro dan solar panel, dan energi berbasis nuklir yang merupakan bagian dari base load juga akan terus dikembangkan.
Menurut Mego, Indonesia seharusnya sudah dapat memulai masa transisi ini. Ia memproyeksikan bahwa pada 2025, penggunaan energi baru terbarukan di Indonesia sudah mencapai 23 persen.