Jakarta, MimbarBangsa.co.id — Wisata di Asia memang telah menerima turis dengan beberapa ketentuan. Namun, sepertinya kebangkitan wisata di Asia tidak merata dan lambat.
Kita bisa melihat bagaimana lonjakan turis di Amerika dan Eropa. Namun berbeda dengan Asia di mana pariwisatanya masih kekurangan turis.
Seperti yang dilansir dari TIME, Senin (22/8/2022) menurut United Nations World Tourism Organization, kedatangan turis internasional di Asia-Pasifik dari Januari-Mei 2022, 90% di bawah level 2019. Angka ini menjadikannya kawasan dengan kinerja terburuk secara global.
Para ahli memprediksi bahwa itu akan terus tertinggal. Lalu lintas domestik dan internasional di Asia-Pasifik tahun ini diperkirakan hanya mencapai 68% dari angka tahun 2019.
Bahkan menurut Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) diprediksi hingga 2025 angkanya tidak akan mencapai tingkat pra-pandemi. Untuk beberapa tujuan, rebound mungkin membutuhkan waktu lebih lama.
Pariwisata di India tidak akan pulih sepenuhnya hingga tahun 2026, menurut sebuah laporan oleh National Council of Applied Economic Research (NCAER).
Kenapa Asia begitu lambat dalam bangkit kembali? Ternyata ada beberapa faktor yang mempengaruhi. Liz Ortiguera, CEO Asosiasi Perjalanan Asia Pasifik (PATA) mengatakan alasannya adalah pembukaan pasar secara bertahap, pemilihan rute dan kapasitas bertahap, dan persepsi konsumen yang bila bepergian ke daerah yang memiliki pembatasan Covid-19 akan mempersulit mereka.
Namun sepertinya masuk akal bahwa aturan pandemi Asia bisa merusak mood liburan. Bhutan ditutup untuk pengunjung hingga September. Singapura masih mewajibkan orang untuk memakai masker di dalam ruangan.
Vietnam juga membutuhkan masker di tempat-tempat umum. Sedangkan Hong Kong mewajibkan karantina di hotel selama tiga hari yang didanai sendiri diperlukan untuk semua kedatangan, diikuti oleh beberapa hari pengawasan medis di rumah. Yang terakhir melibatkan pemeriksaan suhu dua kali sehari, meng-upload hasil tes RAT harian ke situs web pemerintah, dan mengambil tiga tes PCR dalam periode lima hari.
Hal yang paling berpengaruh adalah ketiadaan pelancong China. Tiga belas negara Asia mengandalkan China sebagai sumber pengunjung utama mereka dan mereka adalah sumber terbesar kedua untuk enam ekonomi lainnya, menurut Indeks Siap Perjalanan dari Economist Intelligence Unit untuk tahun 2022.
Namun pemerintah China khawatir warganya dapat kembali ke rumah dengan virus dan membatasi perjalanan ke luar negeri yang tidak perlu sebagai bagian dari tindakan pandemi yang kejam. Terdamparnya ribuan pelancong domestik baru-baru ini di pulau resor China Hainan, setelah wabah COVID di sana, juga akan membuat banyak traveler berpikir ulang untuk mengambil risiko bepergian di dalam China sendiri.
Nasib agak baik dialami oleh Maldives yang sebagian besar menerima turis India. Mereka termasuk yang mengalami kebangkitan yang cepat.
Steven Schipani, spesialis industri pariwisata utama di Asian Development Bank mengatakan bahwa kedatangan turis internasional Maldive sekarang mendekati tingkat pra-pandemi. Hal ini didukung kampanye vaksinasi yang cepat, konektivitas udara yang baik dengan pasar sumber yang besar, dan persyaratan masuk yang tidak mempersulit.
Hal yang sama juga dialami Fiji, dimana angka kedatangannya di bulan Juli telah 73% dari sebelum pandemi. Begitu juga dengan kedatangan turis ke Bali, Indonesia yang juga menjunglang tinggi.
Sumber: Detik. com