Mandailing Natal, MimbarBangsa.co.id — Massa Aksi dari LSM Gerakan Nasional Pencegah Korupsi (GNPK) Republik Indonesia Perwakilan Sumatera Utara (Sumut) bersama dengan Solidaritas wartawan Mandailing Natal (Madina) menggeruduk Kejaksaan Negeri Madina untuk mempertanyakan independennya kejaksaan dalam beberapa perkara yang viral di Kabupaten Madina. Khususnya terkait perkara tentang penganiayaan wartawan dan Penambang Emas Tanpa Izin (PETI) di Madina, Senin (08/08/2022).
Dalam aksinya, massa menilai dan melihat diduga kuat adanya upaya dari Kejari Madina untuk mengkerdilkan wartawan dalam perkara penganiayaan wartawan.
Dan dalam aksi ini, GNPK RI Sumut bersama Solidaritas wartawan Madina meminta Komisi Kejaksaan Republik Indonesia (Komjak RI) untuk turun ke Madina untuk melakukan pemeriksaan terhadap kedua perkara tersebut dan juga memeriksa para jaksa yang menangani kasus tersebut.
Selain itu dalam orasinya massa juga meminta agar Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Madina, Novan Hadian, SH untuk mengundurkan diri sebagai jabatannya.
“Kami meminta pihak Kejaksaan untuk memperjelas perihal tuntutan yang hanya setahun untuk pelaku penganiayaan dan pengeroyokan wartawan dimuka umum terhadap korban salah seorang wartawan Madina. Dan bertanya, apakah ada upaya dari para terdakwa untuk bernegosiasi terkait hukuman yang harus mereka terima,” tegas Ketua PWI Madina, M. Ridwan Lubis dalam orasinya.
Ridwan juga menyampaikan, sebagai mitra kerja seharusnya Kejaksaan bisa memberikan keamanan bagi para wartawan di Madina. Sehingga wartawan dalam melaksanakan tugasnya dengan baik dan kritis.
Sementara itu dalam orasinya, Salah seorang wartawan senior di Madina juga, Iskandar Hasibuan meminta agar kepala kejari Madina, untuk menjelaskan terkait isu-isu yang didengar wartawan. Salah satu isunya adalah adanya upaya kuasa hukum terdakwa untuk berkomunikasi dengan tim kejaksaan.
“Selama kurang lebih lima tahun saya tidak pernah sakit kepala, tapi begitu mendengar tuntutan penganiayaan wartawan Jeffry Barata Lubis selama setahun jadi sakit kepala saya. Saya berharap tim kejaksaan bisa memberikan penjelasan kepada kami terkait alasan penuntutan yang rendah ini,” sebut Pemimpin Redaksi Malntang Pos ini.
Secara analogi Iskandar juga mengutarakan, jika tuntutan begitu rendah untuk para penganiayaan wartawan ini maka dikhawatirkan banyak orang yang akan melakukan perbuatan itu, karena tuntutan yang diberikan hanya satu tahun.
Selain itu mantan anggota DPRD Madina dari Partai PDIP Perjuangan itu juga menyebutkan, dengan rendahnya tuntutan penganiayaan wartawan dan tuntutan PETI tersebut, ada oknum-oknum yang mendatanginya untuk melakukan penambangan kembali.
“Sudah ada beberapa penambang yang berhenti sejak ditangkapnya Arjun datangi saya. Mereka bilang jika tuntutannya hanya setahun maka kami pun akan buka tambang dengan alat berat lagi. Bagi mereka hukuman setahun yang dituntut jaksa ini cukup ringan, dikurangi masa tahanan, dan lain-lain cuma kurang lebih seminggu bisa bebas”.pungkas mantan Ketua DPC PDI P Madina itu dengan kesal
Pantauan wartawan, massa aksi pun disambut perwakilan Kejari Madina, Fati Zai, yang merupakan Kasi Intel Kejari Madina. Fati Zai dalam jawabannya menyampaikan tuntutan yang disampaikan dalam perkara penganiayaan wartawan itu merupakan hak objektif dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) selama persidangan.
“JPU menilai dari fakta-fakta persidangan. Dinilai secara objektif oleh JPU. Bagaimanapun kami tidak bisa melakukan tuntutan diluar rencana dakwaan (rendak, red) yang disampaikan oleh Kejat Sumut. JPU harus bisa membuktikan pasal-pasal mana saja yang harus kami buktikan,” jelasnya.
Kemudian tambahnya, bila ada temuan lain dalam fakta persidangan, itu hak hakim untuk memutuskannya. (TIM).