Sulawesi Tengah, Mimbar Bangsa – Sebanyak 49 pengacara membentuk Komite Aksi Hak Asasi Manusia (HAM) Sulawesi Tengah guna mengawal dugaan pelanggaran HAM oleh oknum kepolisian terhadap Reynaldi, warga asal Kecamatan Sindue, Kebupaten Donggala.
Salah seorang Pengacara Komite Aksi HAM Sulteng, Agussalim, mengatakan insiden penembakan terhadap korban dinilai telah memenuhi unsur pelanggaran HAM. Sehingga, perlu mendapat pengawalan hingga tuntas.
“Kalau melihat posisi luka pasien, terkesan mengarah pada tindakan brutal. Dalam upaya penegakan hukum ini, seharusnya polisi mengedepankan upaya melindungi masyarakat,” jelasnya kepada media ini, Rabu (28/5/2020).
Bahkan, sekalipun korban memiliki catatan dugaan kriminal, aparat kepolisian mestinya bisa mengamankan korban tanpa melakukan penembakan. Sebab, kata Agussalim, berdasarkan keterangan saksi dan pihak keluarga, korban sama sekali tidak melakukan perlawanan dan tidak menggunakan senjata tajam.
“Baiklah jika diduga memiliki catatan kriminal, tapi apa pantas korban mendapatkan luka tembak segitu banyak sampai empat kali. Apalagi korban tidak melawan dan tidak menggunakan senjata tajam,” jelasnya.
Sementara itu, Koordinator Komite aksi HAM Sulteng, Khasogi Hamonangan, menjelaskan pihaknya telah dilakukan upaya hukum sejak 22 Mei 2020 lalu dengan melaporkan oknum kepolisian ke Polda Sulteng hingga beberapa instansi terkait.
“Kami sudah masukkan laporan ke Polda Sulteng dan saat ini masih dalam tahap penyelidikan. Kemudian ke Komisi Nasional HAM Sulteng serta ke Ombudman Sulteng,” jelasnya.
Pada 22 Mei 2020 lalu, Komite Aksi HAM Sulteng melaporkan oknum polisi ke bagian Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Sulteng. Kemudian 26 Mei 2020 melakukan pelaporan ke pidana umum ke Bagian Kriminal Umum (Krimum) Polda Sulteng. Akan tetapi, diarahkan menempuh jalur pengaduan ke Propam. Hasil pertemuan tersebut, diinformasikan proses hukum masih dalam tahap penyelidikan.
Lanjut Khasogi, pada 27 Mei pihaknya memaskan laporan ke Komnas HAM Sulteng tentang adanya tindakan dugaan pelanggaran HAM yang dialami korban oleh oknum kepolisan.
“Oknum polisi itu bertugas di Polres Donggala. Berkasnya kami sudah berikan ke pihak Komnas HAM Sulteng,” jelasnya.
Tidak sampai di situ, Komite Aksi HAM Sulteng juga mendatangi Rumah Sakit Bayangkara untuk mengecek kondisi pasien yang dirawat di dalam sel tahanan. Khasogi menilai, pelayanan kesehatan pihak rumah terhadap korban dinilai tidak wajar. Sebab kondisi korban di dalam sel tahanan dalam keadaan kritis karena luka tembak.
“Mestinya harus mendapatkan perawatan sebagaimana pasien pada umumnya. Kondisinya juga kritis karena luka tembak di bagian pinggang belakang menembus perut. Tapi untuk luka tembak di kaki, sudah agak mendingan,” ungkapnya.
Upaya selanjutnya, mendatangi Ombudsman Perwakilan Sulteng terkait tindakan yang tidak sesuai Standar Operasional Prosedural (SOP) oleh oknum kepolisian tersebut. Setelah itu, rencananya pada Jumat (28/5/2020) akan melakukan hearing bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulteng terkait pelayanan medis RS Bayangkara dan tindakan oknum kepolisian tersebet. (KHS)