Jakarta, Mimbar Bangsa – Sejatinya warga yang tinggal di Rumah Susun milik pemerintah daerah DKI Jakarta harus mendapatkan perlakuan rasa aman dan terlindungi, apalagi mereka tidak pernah menunggak kewajiban membayar. Tapi tidak dengan yang dialami dengan Novalando, warga Rusun Rawabebek, Pulogebang, Cakung, Jakarta Timur.
Novalando mengaku merasa was-was, khawatir, terancam nyawanya bersama keluarga menyusul pengancaman yang telah dilakukan salah satu oknum Satpam menjabat Komandan Regu (Danru) III bernama Hadi Kuswanto.
“Kejadiannya pada 26 Januari 2020 lalu, oknum Satpam Rusun Rawabebek Hadi Kuswanto datang dengan emosi mengancam akan menghabisi saya di luar. Ingat nih nama saya, orang pribumi,” katanya menirukan ancaman pelaku saat dijumpai di Rusun Rawabebek, Pulogebang, Cakung, Jakarta Timur pada Senin (16/3/2020).
Selanjutnya, Novalando yang juga merupakan pengurus RT 003/RW 017 Rusun Rawabebek menjabat sebagai Seksi Ketertiban Umum (Tibum) ini menceritakan, saat itu dirinya bersama rekannya yang juga merupakan pengurus RT melihat ada aktifitas pindahan warga dari luar untuk masuk ke unit Rusun Rawabebek pada malam hari dan menggunakan lift barang. Padahal, lift barang tersebut menurut peraturan yang diketahui bersama hanya bisa dioperasilan pada pukul 06.00 WIB hingga pukul 19.00 WIB.
“Tentunya, kami bertanya kepada Satpam yang bertugas. Apakah, peraturan tersebut sudah tidak berlaku?,” tanya Novalando kepada pihak Satpam, namun tidak bisa memberikan jawaban karena mengaku bukan kapasitasnya untuk menjelaskan.
“Dia menjelaskan yang berwenang menjelaskan adalah atasannya Komandan Regu (Danru) Hadi Kuswanto. Kemudian, datanglah Hadi Kuswanto dengan wajah garang sembari mengatakan, Anda memonitoring pekerjaan saya!,” kata Novalando menceritakan.
Novalando pun mengiyakannya, dijawab seperti itu. Hadi Kuswanto, tambah kesal dan bertanya, apa kapasitasnya memonitoring pekerjaan Satpam. “Secara reflek, saya jawab sebagai warga penghuni rusun sini. Ehh..itu pak Hadi Kuswanto makin berang dan mengancam akan membunuh, memakan, menghabisi saya di luar. Ingat nih nama saya pribumi,” paparnya.
“Dia pribumi. Lah saya memangnya bukan pribumi juga. Lihat wajah saya, hitam dan jelek gini bahkan lebih pribumi kali,” selorohnya.
Novalando tetap tenang walaupun pelaku tetap mengancam dan memaki-maki dirinya dengan bahasa kebon binatang. “Saya tetap tenang tidak terpancing. Hingga dilerai oleh Kepala Satpam dan akan memfasilitas masalah itu ke Kepala UPRS Rawabebek untuk mediasi perdamaian, besok pagi karena kalau malam itu pelaku masih tinggi emosinya.
Namun ditunggu besok paginya, masih kata Novalando, tidak ada undangan atau yang datang ke unitnya untuk membicarakan peristiwa semalam. “Ditunggu selama beberapa hari tidak ada ucapan minta maaf dari pelaku. Begitu juga Kepala Unit Pengelola Rumah Susun (UPRS) Rawabebek Asih Sumaretni terkesan cuek dan tidak mau bertanggungjawab atas kejadian tersebut walaupun sudah mengetahuinya,” tambah Novalando.
Tak pelak, akibat ancaman tersebut, Novalando beserta keluarga maupun warga hunian lainnya resah, was-was, khawatir jika benar ancaman itu dilakukan oleh okum Satpam Hadi Kuswanto. Kemudian, Novalando melaporkan peristiwa pengancaman tersebut ke Polsek Cakung, Jakarta Timur pada 29 Januari 2020 lalu hingga tanggal 16 Maret 2020 masih proses tahap penyelidikan.
“Karena tidak ada etikat baik dari pelaku maupun Kepala UPRS Rawabebek, saya serahkan ke jalur hukum melapor ke Polsek Cakung dengan didampingi Kuasa Hukum Albert H Siagian, SH,” jelasnya.
Sementara itu Kuasa Hukum korban Albert H Siagian, SH mengungkapkan, Asih Sumaretni selaku Kepala Unit Pengelola Rumah Susun (UPRS) Rawabebek tidak bertanggungjawab atas diduga kejadian pengancaman nyawa warga penghuni kliennya Novalando.
“Kepala UPRS Rawabebek diduga juga telah melakukan serangkaian kebohongan dan/atau memutar balikkan fakta atas pertemuan yang dihadiri oleh Kepala UPRS Rawa Bebek, LMK Kelurahan Pulo Gadung, RT dan RW Rusun Rawabebek, Babinkamtibnas Kelurahan Pulo Gadung, Staf Pengelola dan klien. Dan dalam pertemuan tersebut diduga mengandung unsur pemaksaan terhadap klien saya yang dilakukan oleh Kepala UPRS Rawabebek,” jelas Managing Partner Advocate and Legal Consultant A H S & PARTNERS Law Office ini.
Kliennya melalui kuasa hukum, masih kata Albert, telah melakukan persuasif sejak awal kejadian pengancaman hingga sebelum peliputan media dilakukan guna mengedepankan proses perdamaian lewat mengirimkan dua kali surat Somasi. “Kami mendapatkan surat jawaban pengelola setelah kami mengirimkan surat Somasi kedua dan terakhir.
Akan tetapi isi jawaban pengelola, Kepala UPRS Rawabebek telah melakukan serangkaian kebohongan atau memutar balikkan fakta atas pertemuan tersebut. Hal ini akan kami laporkan kembali ke polisi,” tandasnya.
Sementara itu tim media yang menemui Asih Sumaretni selaku Kepala Unit Pengelola Rumah Susun (UPRS) Rawabebek untuk mengkonfirmasi berita tersebut di atas, menolak untuk berkomentar serta menyarankan menanyakan langsung ke Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman Pemprov DKI Jakarta atau Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. (jek)